SENYUM INTAN



Segar sekali Rasanya, Mendapati Air memercikan dirinya membasahi seluruh tubuhku. Aku memang membutuhkan mandi setelah seharian ini bergelut dengan hiruk pikuk aktivitas kampus. Kali ini aku sudah siap dengan Rencanaku  selanjutnya. Selesai Mandi, telah kudapati Yusuf temanku sedang sudah berada di kamar kosku.
  “ Kamu gak ada acara kan fir? Ayo ikut futsal. Teman-teman yang lain udah nunggu.” Ajak yusuf
 “Aduh Sory, Aku ada acara. Mungkin lain kali Suf”. Kataku
 “ Yakin ga bisa? meskipun itu gratis?”.
 “Serius men aku ga bisa”.
 “Akhir-akhir ini kamu sibu terus. Tapi okelah kalau begitu. aku cabut dulu ya..“. Kemudian Yusuf meninggalkan kamarku.
          
Aku dan Yusuf merupakan teman baik selama ini. Dalam beberapa hal, kami mempunyai hobi yang sama. Salah satunya adalah Futsal. Sebenarnya Futsal gratis merupakan tawaran yang menarik buatku. Namun aku sudah memiliki agenda sendiri yang tak bisa untuk kutunda. Ini Sungguh-Sungguh penting bagiku. Karena jika tak kulasanakan dengan cepat-cepat, maka aku tak akan bisa tidur dengan nyenyak seperti selama seminggu ini. Aku memerlukan kepastian guna menjawab semua tanda tanya dialam benaku.
Biar lebih jelas,Mungkin lebih baik aku ceritakan saja kronologisnya. Begini ceritanya :

Namaku Firman, Usia 21tahun. Kuliah di sebuah Universitas Negeri di Yogyakarta. Pada waktu itu aku beserta teman-teman sekelasku mendapat tugas meneliti dari dosen. Para Pelacur yang menjadi objek penelitian kami pada tugas kali ini. Sesuai dengan jurusan yang kutempuh, penelitian berkisar kami tentang seputar Psikologi. Jadi guna menyelesaikan tugasku ini, kuputuskan untuk pergi ke pasar kembang.

Malam itu adalah untuk pertama kalinya aku menginjakan kaki ditempat surga duniawi para hidung belang. “pabrik dosa” , begitu kata pak ustad guru ngajiku di kampung halaman. Ternyata tempatnya jauh berbeda dari yang aku bayangkan selama ini. Gambaranku sebelumnya tentang tempat portitusi adalah seperti yang ada di beberapa film yang pernah aku tonton. Berada di dalam sebuah ruangan yang bersih, kemudian disitu ada seorang pelayan yang akan memperlihatkan foto-foto dari daftar “koleksi” gadis  yang mereka punya.
Jika demikian maka aku akan memilih pelacur dengan tarif termurah, karena memang sebenarnya aku tak pernah rela jika uangku habis untuk menyewa pelacur. Tempat yang aku kunjungi kali ini terletak disebuah gang disebuah kawasan di Yogyakarta. Masyarakat menamai tempat ini “Pasar Kembang”.

Aku datang bersama temanku Yusuf. Kami berbeda jurusan, jadi dia kesini hanya untuk mengantarku. Memang Aku memerlukan pemandu untuk menyelasikan tugasku kali ini, dan Aku rasa Yusuf adalah orang yang Paling tepat. Dia pernah beberapa kali datang kesini sebelumnya. Hanya untuk sekedar jalan-jalan. Bukan untuk memakai jasa pelacur atau meneliti seperti yang hendak aku  lakukan kali ini, begitu menurut pengakuanya.
       
 Ada dua gang, jalan untuk masuk. Yang satu langsung manuju kepasar kembang, sedangkan yang kedua mengambil jalan memutar. Yusuf memimpinku memilih gang yang kedua, alasanya karena akan dikenakan tarif masuk dua ribu rupiah per orang jika mengambil gang yang pertama.Memang temanku yang satu ini cukup perhitungan dengan uang yang dia keluarkan untuk hal-hal yang dia anggap tidak penting. Suasana tampak lenggang tidak terlalu ramai. Hanya beberapa pemuda tengah asik nongkrong, memainkan gitar sambil menghisap rokok mereka.

 Dari awal pintu masuk gang sampai ujung, Nampak banyak sekali losmen dengan fasilitas dan tarif yang berbeda-beda. Juga banyak café-café, dan terlihat ada beberapa bule di dalamnya. Sabelum sampai ujung, Yusuf belok kanan kembali memasuki gang. Kuikuti dia dari belakang. Samar-samar dan kemudian makin jelas terdengar Alunan musik dangdut dari arah depan.

Awalnya kukira sedang ada yang mengadakan Hajatan, tapi  dugaanku salah. Setelah kuketahui dari dekat, suara musik dangdut itu bukan berasal dari orang yang sedang mengadakan Hajatan, Melainkan dari sebuah tempat karaoke. Dari luar dapat kulihat, di dalam ada empat orang bapak-bapak bersama dengan dua orang wanita berpakaian ketat, sehingga tampak jelas lekuk tubuh dan buah dadanya yang padat berisi.Dua Pria  tampak mabuk tengah bernyanyi dan berjoget bersama dua wanita tersebut, sedang dua pria sisanya tengah duduk di sofa sambil mengamati mereka yang yang sedang berjoged di depanya. Di situ tampak juga ada enam buah pintu . Aku yakin di balik pintu itu adalah kamr-kamar tidur.

 Yusuf terus berjalan sepuluh meter di depanku. Ku dekati dia dengan mempercepat jalanku. Di sebuah perempatan jalan kecil, dia menghentikan jalanya. Sesuatu hal yang baru tampak ada di depan mataku kali ini. Seumur hidup, baru kali ini aku melihat hal seperti ini secara langsung. Banyak wanita-wanita dengan penampilan seperti wanita yang aku lihat di karaokean tadi sekarang berada di hadapanku. Mereka dalam posisi duduk.  bahasa tubuh mereka seperti tengah memanggil-manggil kepada setiap lelaki yang datang untuk menghampiri mereka.
          
  “Ayo ikuti aku. Masih ada banyak lagi yang seperti ini di belakang. Kamu bisa pilih manapun yang kamu mau untuk penelitianmu itu. Tapi aku sarankan, lebih baik kamu pilih yang muda dan juga cantik. Jadi kalo capek abis wawancara, kamu bisa sekalian minta pijit plus plus. hehe“. Ujar yusuf kepadaku sambil tersenyum licik.

Kami berdua terus berjalan masuk dari gang ke gang, menyusuri semua yang dapat kami lewati. Sejauh itu pemandanganku selalu tampak selalu sama: wanita-wanita dari yang tua-muda, tinggi-pendek, gemuk-kurus, cantik-tidak cantik, semua berada di tempat masing-masing menunggu datangnya seorang pria yang membutuhkan servisnya. Semua memiliki kesamaan dalam beberapa hal, yaitu mereka terlihat mencolok dengan make up mereka dan semua berpakaian sexy. Umur mereka kutantuksir berkisar antara 25-40 tahunan.

Banyak juga laki-laki yang datang kemari dari yang masih muda sampai tua. Sebagian dari mereka kulihat tengah berbincang-bincang dengan para wanita, mungkin tengah tawar-menawar harga atau hanya mengobrol, aku tidak tahu. Yang lainya hanya duduk atau berdiri dengan pandangan selalu tertuju pada wanita-wanita yang berpakaian sexy itu.

Selama Perjalanan, Bau Alkohol, rokok, keringat, dan parfum yang menyengat selalu memenuhi indra penciumanku. Bagi orang yang hidungnya sensitif, pasti tidak akan tahan berada disini. Yang menarik adalah beberapa dari wanita-wanita itu menggoda kami secara terang-terangan Mulai dari mencolek, menyuiti, dan  mengedipkan mata.
            “Mau kemana sayang? Ayo sini saja mas sama aku saja”. Ujar salah seorang dari mereka sambil menarik lenganku, ketika aku melewatinya. Mendapat perlakuan seperti itu, aku hanya tersenyum kikuk tak membalas satu patah katapun.

Hampir tiga puluh menit kami berjalan, otot-otot dikakiku mulai terasa pegal. Aku meminta yusuf untuk berhenti. Kami memilih duduk di tempat yang strategis, dimana tidak terlalu ramai tapi masih dapat kupandangi wanita-wanita itu. Kuedarkan mataku ke setiap wanita yang berada di jangkauan penglihatanku. Namun belum juga ketemu. Masih belum dapat kuputuskan, pada wanita mana aku hendak berwawancara. 

Yusuf berdiri menuju kamar mandi yang berada di arah tempat kami masuk tadi. Aku masih menoleh kesekelilingku menikmati setiap pemandangan dihadapanku. Waktu aku menengok kebelakang mataku tertuju pada seorang wanita yang tengah duduk teras losment sedang memainkan Handphone miliknya. Lehernya tiada berkarat, puith bersih. Dengan sendirinya mataku mempertajam fokusnya pada wanita dihadapanku kali ini . Betapa halus dan bening kulitnya. Mungkin nyamuk pun takan rela menggitnya, sehingga dapat merusak kulitnya itu. Make up diwajahnya tak dapat menutupi sayu yang tepancar.  Sekiranya tak memakai lipstick, mungkin bibirnya tampak pucat. Tubuhnya Ramping, namun pakaianya yang minimalis menonjolkan buah dadanya yang tidak begitu besar itu.

Duh dasarnya cowok penghamba wanita, selalu saja aku luluh dengan wanita cantik. Mula-mula aku masih ragu. Namun setelah selesai kukumpulkan keberanian, akhirnya aku putuskan dialah yang akan aku wawancarai. 
“Hei…” kudekati dan kusapa dia.
 Aku mengambil posisi duduk di sampingnya. Dia berbalik menggeser duduknya dan membalas senyum kepadaku. Aku terdiam sejenak.Rasa gugup menjalari syarafku..Perlu sedikit waktu untuk mengembalikan kepribadianku. Sepertinya, wanita disampingku ini menyadari kegugupanku.
 “ Hei..." balas dia singkat, namun hangat.
sejenak kami terdiam.
"Baru kali ini kemari ya?" sambung dia. sepertinya dia mengetahui kegugupanku
 " Iya mba. hehe" jawabku

Lantas kami berbasa-basi memulai percakapan. Namanya Intan, berusia dua tahun lebih tua dari aku. Hanya itu yang dapat aku ketahui dari perkenalan awal kami. Selanjutnya kami langsung keperihal Tawar menawar harga.
Sebenarnya Aku tak begitu pandai dan tak suka berlama-lama tarik menarik harga. Namun kali ini lain. Ini adalah tawar menawar harga yang paling lama dalam hidupku. Diselingi dengan bercanda aku terus mencoba menurunkan seminimal mungkin dari harga awal yang dia tawarkan. Dia tetap tak goyah, tetap pada harga awal. Kukeluarkan jurus dari rayuan mautku untuk membujuknya. Pada akhirnya akulah yang menang. Dia bersedia menurunkan Tarifnya, meskipun hanya sedikit.  Alasanya karena ini pegalamanku pertama kalinya maka dia bersedia memberi diskon,.begitu katanya. Namun bagiku, harga itu masih terlalu mahal. Aku katakan juga maksudku padanya hanya hendak mewawancarinya sebagai tugas penelitian dan dia menyetujui.
 Wawancara akan dilakukan di dalam Kamar tempat biasa Intan memberikan pelayanan. Darahku berdesir.

***

Selama percakapanku dengan intan, Yusuf telah kembali ketempat kami dimana tadi kami duduk beristirahat. Dari jauh, kuberi dia kode untuk menunggu disitu. Dan baru kuhampiri dia setelah percakapanku dengan Intan selesai. Aku ceritakan padanya sedikit tentang percakapan tadi dan berapa harga yang kami sepakati. Sebelum kutinggalkan, dengan cengengesan dia menawarkan kepadaku sekiranya membutuhkan sebuah Kondom. Aku tak menggubris
.
Aku dan Intan berjalan beriringan menuju kesebuah kamar tak jauh dari tempat kami ngobrol tadi. Dalam perjalanan yang singkat itu, kurasakan hatiku berdebar semakin kencang. aku maklum, karena ini merupakan sebuah hal yang baru buatku. Aku juga tau beberapa mata tampak melirik kearah kami ketika melewati orang-orang. Lalu sampailah kami disebuah kamar.

Kamar yang kami masuki berukuran kurang lebih 3x2,5 meter. Hanya ada sebuah Kasur, Lemari, kipas angin kecil, asbak dan cermin dengan beberapa peralatan kosmetik. Di dalam sini, rasa gugup mulai menjalariku lagi. sejenak Pikiran nakal sempat melintas dikepalaku, namun tak kulanjutkan. Kembali aku yakinkan diriku sendiri akan tujuan awal kedatanganku kemari.
           
 Untuk beberapa saat aku terdiam, mencoba mengembalikan kepribadianku dari kegugupan yang menjalar. baru setelah itu kuajukan pertanyaan demi pertanyaan kepadanya. Kami seperti tenggelam dalam percakapan kali ini. Sekiranya aku benar, Intan bercerita seperti sedang  membuang penat yang selama ini mengganjal di dalam dirinya. Dia sedang Curhat kepadaku. Perlahan paradigma negatif yang selam ini aku kira terhadap pelacur Mulai berubah.

 Pelacur memiliki dimensi kehidupan tersendiri, yang tidak semua orang dapat mengerti. Intan selama ini harus bergelut dengan topeng, karena Ada yang mesti ia sembunyikan dari sisi kehidupan yang dijalaninya. Intan layaknya tengah bermain di panggung teater , yang sebenarnya bertolak belakang dengan isi hatinya. 

 Setiap hari Intan harus bergumul pada pergulatan batin, karena  sebenarnya bukan ini keinginan dia. Siapa kiranya sudi masuk kedalam kehidupan kotor, berlinang dosa dan cap sampah masyarakat menurut sebagain oleh orang lainya. tapi itu terpaksa dia lakukan karena suatu alasan. Belum lagi Ancaman Penyakit HIV/AIDS yang sewaktu-waktu dapat menggerogoti dirinya.

 Yang paling menarik hatiku adalah cerita Intan tentang pergulatan dirinya dengan Tuhan. Layaknya Manusia beragama lain, Keberadaan “Tuhan” merupakan suatu kebutuhan Keruhanian, yang tanpa itu Intan akan merasa gersang. Intan dengan segala Pergejolakan Jiwa yang ia alami, Memandang Tuhan dengan perasaan Takut, Namun juga Bergantung. Merasa Takut karena selama ini ia merasa Kotor dan bergelimang Dosa. Bergantung karena Hanya kepadaNya lah ia dapat mengadukan segala keluh kesahnya dan satu-satunya tempat ia Mengharap segera terentas dari Limbah Nista. Tuhan Bagi Intan adalah dzat yang penuh belas kasih kepada setiap hambanya, meskipun kepada seorang pelacur.
     
Tak terasa hampir satu jam kami berada dalam kamar. Aku rasa sudah cukup  keterangan yang aku dapatkan. Terimakasih tak lupa kusampaikan padanya, dia tersenyum dan menjawab kembali kasih Sungguh, aku suka senyumnya itu. Sebelum kami beranjak pergi, ia bertanya padaku:
"Kamu pernah berhubungan sex?" tanya ia blak-blakan.
"Hah?? emm belum", jawabku setengah kage "kenapa?"
 "Ga pengen nyoba?? Tanya intan dengan tatapan nakal.
aku begeming tak menjawab, berusaha mencerna semuanya. Baru saja tadi intan tampak begitu melankolis, kini dia berubah begitu nakal. dan yang menyebalkan, kejantananku mendadak aktif ditanya begitu. 
"Hahaha. bercanda mas, ga usah syok gitu" sambung intan.

Aku keluar meninggalkan intan yang masih didalam kamar. Sampai diluar Yusuf menggodaku, menanyakan apa yang telah kami lakukan. Ku bilang padanya kami hanya ngobrol-ngobrol.
“ Sayang Uangmu Fir, kalau kau hanya ngobrol-ngobrol. Ya minimal grepe-grepe lah biar ga rugi-rugi amat. hehe” . kata yusuf
"Kamu saja sana. aku traktir 50%, berani ga?" tantangku, dan yusuf hanya membalas dengan tertawa. kami pulang.

***           
{beberapa bulan kemudian}

Hari ini adalah hari ke 14 bulan ramadhan. Saat teman-temanku mudik, aku masih harus tinggal diperantauan karena suatu alasan........ (bersambung dulu ya gaes. Aku ngantuk. Tak lanjutin besok kalo ada waktu. Maaf ya... hehe)

Comments

Popular posts from this blog

Dewa Amor Salah Sasaran??

Santri vs Sandal

Oh… Malas Semalas-Malasnya