Tabula Rasa

Kemarin di Jogja Asian Film Festival, aku seperti mendapat pesan. Seperti kata orang bijak, Tuhan memberi suatu pesan/pertanda kepada hamba-hambanya dengan cara yang unik dan tak di duga-duga, tak peduli kapan juga dimana. Begitu juga seperti yang menimpaku. Pesan itu aku dapat pada sebuah film, berjudul “Tabula Rasa”.

















Ada begitu banyak Film yg diputar di JAFF Kemarin. Saat dibuka reservasi tiket via online, aku memesan tiga film; "Like Father Like Son, Selamat Pagi Malam & Snowpiercer". Sedang film2 yang lain aku sudah bertekad untuk menontonya dengan membeli tiket on the spot. Kalo dapet tiket Alhamdulillah,tp kalo ega pun ga masalah. 

Saat itu hari Jumat tgl 5 desember 2014 dan Kebetulan agendaku free. jadi kuputuskan untuk menonton Film JAFF dari pagi sampe malam. Film pertama diputar dari jam 10.00-11.30. judulnya sayang di sayang. Film ini berkisah tentang seorang pembantu merawat bapak2 tua, yang hanya bisa duduk di kursi roda karena kecelakaan. Intinya, film ini tak menarik hatiku. Atas dasar itu pula bangku penonton  aku tinggalkan sebelum film ini berahir. Lalu aku break untuk sholat Jumat. Selesai sholat Jumat, aku tak sabar untuk menonton film berikutnya. Film yang hendak aku tonton hari ini berjudul “Tabula Rasa”. 

Tabula Rasa

Karena sejatinya setiap manusia dilhairkan dengan Jiwa yang Suci”. Begitu yang aku tau tentang definisi Tabuala Rasa. Aku cari di internet dan kemudian  kudapati lagi pemahaman baru. Jadi intinya begini; Seseorang saat baru dilahirkan itu seperti kertas putih. dia tak bisa apa-apa, tak memiliki apa-apa, lalu lingkungan lah yang kemudian membentuknya. 

Tabula Rasa dapat terjadi tidak hanya sekali dalam hidup seseorang, seperti yang dicontohkan dalam Film berjudul Tabula Rasa. Misal begini; Seseorang anak  kecil dari sebuah desa di plosok papua, mempunyai mimpi untuk menjadi pemain sepak bola yang hebat di masa depan. Namanya Hans. Dengan bakat dan talentanya mengolah bola, mimpi itu sangat mungkin dia raih. Suatu hari ada pemandu bakat yang blusukan sampe ketempatnya. Tujuanya untuk memantau bibit unggul generasi emas pemain bola di masa mendatang. Lallu di panggilah Hans untuk kejakarta, mencoba peruntungan nasibnya guna meraih cita-citanya menjadi pemain sepakbola profesional.

Di Jakarta, anak ini masih harus mengikuti seleksi dan bersaing dengan anak2 dari penjuru daerah lain. Larinya yang cepat, dribling nya yang gesit, akselerasinya yang memukau, serta umpan dan tendanganya yang akurat, memukau para pemandu bakat. Saat panggilan untuk menjadi pemain profesional sudah di depan mata, tiba-tiba di sesi latih tanding terahir sebuah slading tackel keras menghantam kakinya. Buru-buru tim medis mengangkat hans untuk di beri pertolongan pertama. Mengetahui cedera yang menimpanya cukup parah, Hans lantas di bawa ke rumah sakit untuk di periksakan.

Yah namanya juga nasib. Untuk mengobati cedera yang di derita Hans, membutuhkan perawatan yang intensif dalam jangka waktu yang tidak sebentar. Tentu pula membutuhkan biaya yang besar. dan malang buat Hans, pihak klub tidak bersedia menanggung pengobatanya. Hans pun lantas diterlantarkan, seolah dibuang begitu saja bagai sampah.

Mimpi-mimpinya sejak kecil, yang tadinya tinggal di depan mata kini sirna sudah. Jangankan berlari mengejar bola, untuk berjalan pun Hans harus tertatih-tatih. Kini pilihanya tinggal dua. Pulang kekampung halaman atau menetap diperantauan. Tapi Hans merasa malu untuk memilih pilihan pertama dalam kondisi seperti sekarang ini. Jadi mau tak mau dia harus tinggal di Jakarta. Hanya saja hidup dijakarta tidaklah mudah. Apa lagi hanya seorang diri, juga tak ada bekal di saku celana dan dengan kakinya yang cedera.

Lalu dimulailah kembali Tabula Rasa. Untuk bangkit., Hans harus bisa menata ulang kembali hidup dan tujuanya. Mengubur dalam-dalam impianya sejak kecil, dan memulai lagi kehidupanya menjadi manusia yang baru. Lalu bagaimanakah perjalanan Hans Selanjutnya??? Mau Tau??? Tonton sendiri Filmnya. Wkwkwkwkwk. :p

Yang pasti, saat kita merasa siklus kehidupan kita berada di titik nadir. Kita harus berani mengambil langkah radikal untuk kembali memperoleh kehidupan kita. Meskipun itu pahit. Meski harus menjadi manusia uang baru. Tabula Rasa.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dewa Amor Salah Sasaran??

Santri vs Sandal

Oh… Malas Semalas-Malasnya